√ Hikayat Raja - Raja Pasai

A. Pendahuluan

“Hikayat Raja-Raja Pasai” merupakan karya sastra yang bersifat sejarah yang tertua dari zaman Islam nusantara. Dalam naskah diceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi antara tahun 1250 – 1350 M. Zaman ini adalah masa pemerintahan raja Meurah Siloo yang kemudian masuk agama Islam dan mengganti namanya dengan Mâlik al-Shâlih. Hikayat ini merupakan satu-satunya peninggalan sejarah zaman kerajaan Pasai. Menurut perkiraan Dr. Russel Jones hikayat ini ditulis pada abad ke-14. Hikayat ini mencakup masa dari berdirinya Kesultanan Samudera Pasai sampai penaklukannya oleh kerajaan Majapahit.

Dimulai dengan teks yang berbunyi: ”alkisah peri menyatakan ceritera raja yang pertama masuk agama Islam ini Pasa. Maka ada diceriterakan oleh orang yang empunya ceritera ini, negeri yang di bawah angin ini Pasailah yang membawa iman akan Allah dan akan rasulnya Allah”. Isi “Hikayat Raja-Raja Pasai” ini menceritakan mengenai unsur-unsur legalisasi susunan keluarga yang memerintah, menyatakan asal-usul yang sakral keluarga tersebut, tetapi disamping itu, juga mempunyai fungsi didaktik. Raja yang zalim akan mendapatkan hukuman, negerinya musnah. Disamping halnya dengan Sultan Malik al- Mansur, yang merampas gundik abangnya. Demikian pula halnya dengan Sultan Ahmad yang cemburu terhadap putera-puteranya dan oleh sebab itu membunuh mereka. “Hikayat Raja-Raja Pasai” memiliki persamaan-persamaan yang mencolok dalam pokok pembicaraan serta susunan ayatnya dengan “Sejarah Melayu”.

“Hikayat Raja-Raja Pasai” merupakan salah satu sumber tentang cerita masuknya Islam ke Sumatera. merupakan karya dalam bahasa Melayu yang bercerita tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara, Samudera-Pasai, sekarang terletak di Nanggroe Aceh Darussalam.

Menurut Hikayat yang ditulis setelah 1350 ini, disebutkan bahwa. Khalifah di Mekah mendengar tentang adanya Samudra dan memutuskan untuk mengirim sebuah kapal ke sana untuk memenuhi harapan forecasting (peramalan) Nabi Muhammad SAW bahwa suatu hari nanti akan ada sebuah kota besar di timur yang bernama Samudra, yang akan menghasilkan orang suci. Kapten kapal itu, Syekh Ismail, singgah dulu di India untuk menjemput seorang sultan yang telah mengundurkan diri karena ingin menjadi da’i. Penguasa Samudra, Meurah Siloo (atau Siloo). Di Pasai, ia membuat Meurah Siloo, penguasa setempat masuk Islam. Meurah Siloo kemudian mengambil gelar Mâlik al-Shâlih yang Wafat pada 698/1297.

Dalam cerita ”Hikayat Raja-Raja Pasai” Meurah Siloo bermimpi bahwa Nabi menampakkan diri kepadanya, mengalihkan secara gaib pengetahuan tentang Islam kepadanya dengan cara meludah ke dalam mulutnya, dan memberinya gelar Sultan Mâlik al-Shâlih. Setelah terbangun, Sultan yang baru ini mendapati bahwa dia dapat membaca Qur’an walaupun dirinya belum pernah diajar, dan bahwa dia telah dikhitan secara gaib. Dapat dimengerti bahwa para pengikutnya merasa takjub atas kemampuan sultan mengaji dalam bahasa Arab. Kemudian kapal dari Mekah tadi tiba. Ketika Syekh Ismail mendengar pengucapan dua kalimat syahadat Mâlik al-Shâlih, maka dia pun melantiknya menjadi penguasa dengan tanda-tanda kerajaan dan jubah-jubah kenegaraan dari Mekah. Syekh Ismail terus mengajarkan dua kalimat Syahadat. Syekh Ismail kemudian meninggalkan Samudra, sedangkan da’i yang berkebangsaan India tetap tinggal untuk menegakan Islam secara lebih kokoh di Samudra. Sultan Mâlik al-Shâlih meninggal pada tahun 1297 M. Dibawah pemerintahan Sultan Muhammad Mâlik al-Zhâhir (1297 – 1326), kerajaan Samudra Pasai mengeluarkan mata uang emas yang beridentitas ketuhanan. Mata uang tersebut, sampai saat ini, dianggap sebagai mata uang emas tertua yang pernah di keluarkan oleh sebuah kerajaan Islam di Asia Tenggara.

B. Ringkasan Buku Hikayat Raja-raja Pasai

Ada Meurah dua bersaudara diam dekat Peusangan. Asal mereka dari gunung Sanggung. Yang tua Meurah Caga namanya, yang muda Meurah Siloo. Meurah Siloo menahan lukah dan kena gelang-gelang yang direbusnya. Gelang-gelang itu menjadi emas dan buihnya menjadi perak. Terdengan pada Meurah Caga bahwa Meurah Siloo makan gelang-gelang, lalu ia marah hendak membunuh adiknya. Mendengar ini Meurah Siloo lari ke rimba Jerun. Meurah Siloo mengemasi orang di sana dan mereka mengikut katanya. Pada suatu hari, Meurah Siloo pergi berburu dengan anjingnya si Pasai yang menyalak tanah tinggi. Meurah Siloo naik ke atas tanah tinggiitu, maka dilihatnya semut sebesar kucing lalu dimakannya. Pada tempat itu, dibuatnya negeri yang dinamai Samudera, artinya semut besar.

Pada zaman Rasulullah baginda bersabda pada segala sahabat, pada akhir zaman, ada sebuah negeri di bawah angin, Samudera namnaya. Apabila kamu dengar kabar negeri itu, maka segera kamu pergi ke sana dan bawa isi negeri itu masuk Islam. Di negeri itu banyak wali Allah akan jadi. Seorang fakir Ma’abari perlu dibawa. Kemudian terdengar pada isi negeri Mekkah namanya Samudera. Syarif Mekkah mengirim Syaikh Ismail dengan sebuah kapal dan segala perkakas kerajaan berlayar dan ia singgah di Ma’abari. Setelah samapai di Ma’abari, Syaikh Ismail berlabuh. Raja negeri, Sultan Muhammad, anak cucu Abubakar as-Siddik, merajakan anaknya, memakai pakaian fakir dan ikut dengan kapal menuju samudera. Pada mulanya mereka berlabuh di Fansur dan mengislamkan rakyat di sana. Kemudia mereka sampai di Lamiri dan rakyat di sana pun diislamkan. Sesudah itu mereka berlayar lagi dan sampai di Haru. Mereka islamkan orang disana. Ketika mereka bertanya dimana negeri Samudera, dijawab mereka telah lalu serta mereka balik kembali. Sesampai di Peureulak mereka islam kan pula orang di sana dan akhirnya mereka tiba di Samudera. Setelah sampai di Samudera, Meurah Siloo diislamkan. Sesudah itu ia bermimpi Rasulullah menyuruh ngangakan mulutnya dan me;ludahi ke dalamnya. Ketika terjaga, diciumnya tubuhnya berbau narwastu. Setelah siang, fakir naik ke darat membawa perkakas kerajaan dan Meurah Siloo dinamai Sultan Mâlik al-Shâlih.

C. Masuknya Islam ke Indonesia

Perhatikanlah atlas Asia Selatan (lihat gambar 2 dan 3), kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.

Disebabkan letaknya yang sangat strategis, selain Barus, Banda Aceh telah dikenal sejak zaman dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru menyusuri pesisir barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh-lah yang pertama kali disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Sebab itu, Banda Aceh sampai sekarang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah.

Pada tahun 30 H atau 651 M, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri.

Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Di Masa Khalifah ketiga ini (644 – 656), utusan-utusan dakwah dari Tanah Arab mulai tiba di istana Cina. Kontak-kontak antara Cina dan dunia Islam terpelihara terutama lewat jalur laut melalui perairan Indonesia. Karena itu tak aneh bila orang-orang Islam tampak memainkan peran penting dalam urusan-urusan negara-perdagangan yang besar di wilayah Sumatera yang saat itu masih menganut agama Budha, yakni kerajaan Sriwijaya.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i.

Ibnu Bathutah juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar.

Berbagai temuan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan muslim Indonesia berkaitan dengan bagian utara Sumatera. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukannya nisan Sultan Sulaiman bin Abdullah bin Al-Bashir di pemakaman Lamreh yang wafat tahun 608 H/ 1211 M. Ini merupakan petunjuk pertama tentang keberadaan kerajaan Islam di wilayah Indonesia.

Antara tahun 904 M sampai pertengahan abad XII, ditemukan bahwa utusan-utusan dari Sriwijaya ke istana Cina sudah memiliki nama Arab (Muslim); hal ini tentu saja menandai bahwa telah ada peran umat Islam dalam bidang ekonomi-politik meskipun sistem pemerintahan Sriwijaya saat itu masih memeluk agama Budha. Sejalan dengan hal ini, menurut Thohir Meskipun kedatangan Islam ke Indonesia tidak jauh berbeda dengan kedatangan agama Hindu, tetapi jalur kultur yang ditempuh Islam relatif cukup lama dibanding jalur kekuasaannya. Diperkirakan, menurut catatan Cina, Islam datang ke Indonesia sejak abad ketujuh Masehi, kemudian tujuh abad berikutnya baru mampu mengembangkan diri menjadi kerajaan pada tahun 1275 di Pasai, Aceh.

Sumber informasi dari Dinasti Yuan menyebutkan bahwa pada tahun 1282 Kerajaan Pasai mengirimkan dua orang utusan yang bernama Sulaiman dan Samsuddin ke Istana Kaisar Cina. Informasi ini menunjukan bahwa orang-orang Islam telah menduduki posisi penting dalam pemerintahan di Kerajaan Pasai yang dipimpin Malik Al-Saleh. Kedua orang ini diperkirakan sebagai pedagang Islam yang bermukim atau menduduki posisi penting dalam pemerintahan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebelum dinasti Usmaniyah di Turki berdiri, kerajaan Islam Samudera-Pasai di Aceh telah berdiri. Dinasti Usmaniyah di Turki berdiri pada tahun 699 H-1341H atau bersamaan dengan tahun 1385 M-1923 M, ternyata nun jauh di belahan dunia sebelah timur, di dunia bagian Asia, telah muncul kerajaan Islam Samudera-Pasai yang berada di wilayah Aceh yang didirikan oleh Muerah Siloo yang segera berganti nama setelah memeluk agama Islam dengan nama Mâlik al-Shâlih yang meninggal pada tahun 1297. Dimana penggantinya tidak jelas, namun pada tahun 1345 Samudera-Pasai diperintah oleh Sultan Muhammad Mâlik al-Zhâhir, putra Mâlik al-Shâlih.

Menurut SQ. Fathimi, pemerintahan Sultan Mâlik al-Shâlih (lahir 647/1249) dan Sultan Muhammad Mâlik al-Zhâhir di Pasai menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari Persia dan Arab, meskipun kebanyakan para saudagar yang datang ke kepulauan di Indonesia berasal dari India. Ini bukan berarti bahwa India tidak mempunyai pengaruh sama-sekali pada kerajaan tersebut; namun kenyataan menunjukkan bahwa ulama asal India memainkan peranan penting dalam pengembangan intelektual Islam di Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1016-1607 – 1046-1636).

D. Berbagai Versi Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudra Pasai membentang dari pesisir Timur ke Barat, segaris dengan selat Malaka. Pelabuhan yang selalu ramai merupakan gambaran kemajuan peradaban. Dermaga yang dipenuhi kapal-kapal besar; orang-orang datang dari benua lain, membawa beragam budaya dan bahasa. Demikian, Putra Gara menggambarkan Samudra Pasai dalam novelnya yang berlatar belakang fakta sejarah Kerajaan Samudra Pasai. Pendiri awal kesultanan adalah Nazimuddin al-Kamil, seorang laksamana laut asal Mesir yang mengembara ke berbagai pelosok bumi untuk menaklukkan benua demi benua. Ia kemudian mengangkat Mâlik al-Shâlih sebagai raja Pasai. Para peneliti baru-baru ini menemukan jejak baru Kerajaan Samudra Pasai. Bukti sejarah Kerajaan Pasai itu terkonsentrasi di empat gampong (desa) di Kecamatan Samudra, Kabupaten Aceh Timur. Tidak hanya itu, baru-baru ini, Warga kecamatan Geureudong Pase Aceh Utara menemukan sejumlah piring kuno bermotif naga, bertulisan Cina dan berbagai perlengkapan perang ditemukan di pinggir sungai yang bermuara ke kawasan kerajaan Pase di kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara. Sebagian dari permerhati benda kuno mensinyalir piring tersebut asli buatan Cina karena bersifat tembus cahaya .

Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam. Rentang masa kekuasan Samudera Pasai berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16 M. Dengan wilayah kekuasaan yang mencakup wilayah Aceh ketika itu.

Ada berbagai versi sehubungan dengan berdirinya dan tentang siapa pendiri Kerajaan Samudera Pasai ini. Banyak penulis yang menganggap Sultan Mâlik al-Shâlih adalah pendiri Kerajaan Samudra Pasai. Seperti yang dikutip berikut:

”Malik ul Salih (Malik Al Saleh, Malik al Salih or Malik ul Saleh) established the first Muslim state of Samudera Pasai in the year 1267.”

Serta kutipan dari Wikipedia bahasa Indonesia:

”Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Malik al-Saleh, pada sekitar tahun 1267 dan berakhir dengan dikuasainya Pasai oleh Portugis pada tahun 1521. Raja pertama bernama Sultan Malik as-Saleh yang wafat pada tahun 696 H atau 1297 M[1], kemudian dilanjutkan pemerintahannya oleh Sultan Malik at-Thahir.”

Masih menurut Gara, munculnya kerajaan Samudra Pasai diawali dengan penyatuan sejumlah kerajaan kecil di daerah Puerelak, seperti Rimba Jreum dan Seumerlang. Ketika Pasai didirikan, Nazimudin mengangkat seseorang bernama Meurah Siloo untuk menjadi raja Pasai pertama, dia diberi gelar Sultan Mâlik al-Shâlih.

Ahli lain mengatakan bahwa Pasai didirikan pada abad ke-11 oleh Meurah Khair. Kerajaan ini terletak dipesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078). Pengganti Meurah Khair adalah Maharaja Mansyur Syah dari tahun 1078-1133. Pengganti Maharaja Mansyur Syah adalah Maharaja Ghiyasyuddin Syah dari tahun 1133-1155.

Raja Kerajaan Samudra Pasai berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin berkuasa dari tahun1155-1210. Raja ini dikenal juga dengan sebutan Tengku Samudra atau Sulthan Nazimuddin Al-Kamil. Sultan ini sebenarnya berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana untuk merebut pelabuhan di Gujarat. Raja ini tidak memiliki keturunan sehingga pada saat wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanda kekosongan kekuasaan.

Sultan Nazimuddin kemudian mengangkat Meurah Siloo menjadi raja. Meurah Siloo bergelar Sultan Mâlik al-Shâlih (1285-1297). Meurah Siloo adalah keturunan Raja Peurelak yang mendirikan dinasti kedua kerajaan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahannya, sistem pemerintahan kerajaan dan angkatan perang laut dan darat sudah terstruktur rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran, terutama setelah Pelabuhan Pasai dibuka. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dan Peurelak berjalan harmonis. Meurah Siloo memperkokoh hubungan ini dengan menikahi putri Ganggang Sari, anak Raja Perlak. Meurah Siloo berhasil memperkuat pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di pantai timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka.

Raja-raja Samudra Pasai selanjutnya adalah Sultan Muhammad Mâlik al-Zhâhir (1297-1326), Sultan Mahmud Mâlik al-Zhâhir (1326-1345), Sultan Manshur Mâlik al-Zhâhir (1345-1346), dan Sultan Ahmad Mâlik al-Zhâhir (1346-1383). Raja selanjutnya adalah Sultan Zainal Abidin (1383-1405). Pada masa pemerintahannya, kekuasaan kerajaan meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya. Sultan Zainal Abidin sangat aktif menyebarkan pengaruh Islam kepulau Jawa dan Sulawesi dengan mengirimkan ahli-ahli dakwah, seperti Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak.

D. Para Sultan Pasai

1. Sultan Mâlik al-Shâlih

Samudra Pasai tidak bisa dipisahkan dari Mâlik al-Shâlih sebagai penguasa. Ia adalah Sultan I Kerajaan Islam Samudra Pasai adalah Sultan Mâlik al-Shâlih. Beliau adalah salah seorang keturunan kerajaan itu yang menaklukkan beberapa kerajaan kecil dan mendirikan Kerajaan Samudera pada tahun 1270 Masehi. Ia menikah dengan Ganggang Sari, seorang putri dari kerajaan Islam Peureulak. Dari pernikahan itu, lahirlah dua putranya yang bernama Mâlik al-Zhâhir dan Malik al-Mansyur. Setelah keduanya beranjak dewasa, Mâlik al-Shâlih menyerahkan takhta kepada anak sulungnya Mâlik al-Zhâhir. Ia mendirikan kerajaan baru bernama Pasai. Ketika Mâlik al-Shâlih mangkat pada bulan Ramadhan tahun 696 Hijriah atau 1297 M, Mâlik al-Zhâhir menggabungkan kedua kerajaan itu menjadi Samudera Pasai.

2. Sultan Muhammad Mâlik al-Zhâhir

Penerus Mâlik al-Shâlih., Sultan Muhammad Mâlik al-Zhâhir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Dibawah kekuasannya Samudera Pasai mencapai kejayaannya. Di bawah kekuasaannya, Samudera Pasai mencapai kejayaannya. Menurut catatan Ibnu Batutta (seorang musafir yang ahli hukum Islam), al-Zhâhir merupakan penguasa yang memiliki gairah belajar yang tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elite kerajaan. Al-zahir adalah salah satu dari tujuh raja yang memiliki kelebihan luar biasa. Ketujuh raja yang luar biasa itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa; raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah; raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia; raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa;Raja Romawi yang sangat pemaaf; Raja Melayu Malik al-Zhâhir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.

Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan Malik al-Zhâhir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malik al-Zhâhir tidak pernah bersikap jumawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.

Sampai dinasti ke-5, silsilah Sultan Pasai dapat dilihat sebagai berikut :

1. Sultan Mâlik al-Shâlih (1267/1285-1297 M)

2. Sultan Muhammad Mâlik al-Zhâhir (1297-1326 M)

3. Sultan Mahmud Mâlik al-Zhâhir (1326-1345)

4. Sultan Manshur Mâlik al-Zhâhir (1345-1346),

5. Sultan Ahmad Mâlik al-Zhâhir (1346-1383).

6. Sultan Zainal Abidin Mâlik al-Zhâhir (1383-1405 M)

7. Sultan Shalahuddin (1405-1412 M)

E. Kerajaan Samudra Pasai, Masuknya Islam ke Indonesia dan Perannya

dalam Persebaran Islam di Asia Tenggara Tentang masuknya Islam ke Pasai, “Hikayat Raja-raja Pasai” menyebutkan bahwa, “Älkisah peri mengatakan cerita yang pertama masuk agama Islam ini Pasai. Maka ada diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini negeri yang dibawah angin ini Pasailah yang pertama membawa iman akan Allah dan akan Rasul Allah”.

Sumber informasi ini berasal dari abad ke-15. Sementara itu, sumber informasi dari Dinasti Yuan menyebutkan, bahwa pada tahun 1282, dua utusan dari Su-mu-ta (Samudra) tiba di istana Cina. Berita ini oleh De Jong dipakai sebagai dasar menetapkan bahwa Kerajaan Pasai merupakan suatu kerajaan Islam di Pantai Utara Pulau Sumatera yang telah muncul kira-kira sebelum pengiriman utusan tersebut.

Sementara itu, Yunus Djamil mengatakan bahwa berdirinya kerajaan Samudra Pasai berawal dari serangan Sriwijaya ke kerajaan Peurelak. Akibatnya, Islam menjalar keluar Purelak karena para orang tua, perempuan dan anak-anak diperintahkan untuk mengungsi ke dari daerah peperangan.

Kronika Melayu Pasê menyebutkan bahwa pentabligh Islam pertama di daerah itu bernama Syekh Ismail, berasal dari Mekah. Ia berhasil mengislamkan raja Pasê yang ketika itu berkedudukan di Samudra bersama rakyatnya. Dari daerah Pasê-lah terjadi perluasan Islam dan menghancurkan kerajaan Hindu Aceh dan berbagai kerajaan kecil.

Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah ”:Hikayat Raja Pasai” (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.

Hubungan antara Pasai dengan Malaka dan juga dengan daerah-daerah lain di kawasan Asia Tenggara telah terjalin sejak adanya hubungan perdagangan Selat Malaka. Agama Islam pun mulai dianut di beberapa tempat di Asia Tenggara, terutama di Semenanjung Melayu dan di pesisir utara Pulau Jawa. Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Samudera Pasai dengan Semenanjung Melayu lambat-laun menyebabkan terbentuknya masyarakat muslim di sana, antara lain di Trengganu yang dibuktikan oleh temuan batu bersurat dengan huruf Arab yang berbahasa Melayu. Batu itu bertanggal Jum’at 22 Februari 1303 M.

Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzu/, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.

Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.

F. Kesimpulan

Kapan sebenarnya Islam pertama kali masuk ke Pasai, belum diketahui secara pasti, apalagi jika masuknya Islam itu didasarkan kepada mulai adanya masyarakat Islam di sana. Bila kriteria yang dipakai didasarkan pada terbentuknya sistem politik, berupa lembaga kerajaan yang bercorak Islam, dapat dikatakan bahwa Kerajaan Islam Pasai terbentuk pada abad ke-13.

Peninggalan arkeologis menunjukan bahwa raja pertama, yang disebut dalam tradisi seperti yang terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai bernama Meurah Siloo atau Sultan Mâlik al-Shâlih, ia disebut sebagai Raja Islam pertama di Kerajaan Pasai itu. Sejarah Malayu menyebutkan bahwa Malikus Saleh Raja Pasai itu, yang sebelum memeluk agama Islam bernama Merah Silu, memakai nama Malikus Saleh setelah ia menjadi penganut Agama Islam. Ia menikahi putri Perlak dan memperoleh dua orang putra, yakni, Mâlik al-Zhâhir dan Malik Al-Mansur.

Peranan penting yang dimainkan Pasai dalam penyebaran Islam ke seluruh Nusantara dimungkinkan karena hubungan itu berkaitan erat dengan kegiatan perdagangan yang didalamnya juga terdapat kegiatan para pedagang yang sekaligus bertindak sebagai pendakwah. Pasai yang terkait dengan kegiatan perdagangan dengan berbagai kerajaan lain di kawasan ini, dengan mudah menggunakan jaringan itu untuk tujuan pengembangan agama Islam.

Pada pusat pemerintahan di Pasai, kegiatan keagamaan cukup semarak, hal ini terutama dapat diperlihatkan kehidupan keagamaan di istana. Contoh konkrit tentang hal ini ialah pada masa pemerintahan Mâlik al-Zhâhir, Ibnu Batulah menyebutkan kunjungannya ke sana pada tahun 1345 dan Sultan yang memerintah ialah Sultan Mâlik al-Zhâhir, seorang raja yang taat kepada ajaran Nabi Muhammad SAW dan baginda senantiasa dikelilingi oleh para ahli agama teologi Islam. Ditinjau dari sudut perkembangan agama Islam, Pasai dapat kita katakan sebagai pusat penyiaran agama Islam di Nusantara dan kawasan Asia Tenggara.

Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh kerajaan Aceh.

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.